MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL NEONATAL
“ Partus Lama ”
Segala puji
bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayahnya
kepada penulis. Dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat
dan disesuaikan dengan kurikulum D-III Kebidanan yang ada di silabus Asuhan
Kebidanan Komunitas
semester IV,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat baca mahasiswa serta dapat
memotivasi untuk mempelajari makalah ini lebih lanjut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Asuhan
Kebidanan Komunitas serta
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah. Penulis mengharapkan
kritik dan saran pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, serta
menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca.
Bengkulu, Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar........................................................................................................................ ii
Daftar Isi
................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengetian Partus Lama
.................................................................................................
3
2.2 Penatalaksaan Partus Lama
..........................................................................................
6
2.3 Pengertian Vakum Ekstraksi
......................................................................................
12
2.4 Cara kerja Vakum Ekstraksi
.......................................................................................
15
2.5 Pengertian Forsep
.......................................................................................................
20
2.6 Cara kerja Forsep
........................................................................................................
25
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 33
3.2 Saran .......................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kehamilan
dan persalinan merupakan proses alamiah, tetapi bukannya tanpa risiko dan
merupakan beban tersendiri bagi seorang wanita. Sebagian ibu hamil akan
menghadapi kegawatan dengan derajat ringan sampai berat yang dapat memberikan
bahaya terjadinya ketidaknyamanan, ketidakpuasan, kesakitan, kecacatan bahkan
kematian bagi ibu dan bayinya. Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan
pasca persalinan, uri tertinggal, partus tak maju/partus lama serta infeksi.
Komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas merupakan masalah kesehatan yang penting, bila
tidak ditanggulangi akan menyebabkan angka kematian ibu yang tinggi. Kematian
seorang ibu dalam proses reproduksi merupakan tragedi yang mencemaskan.
Keberadaan seorang ibu merupakan tonggak untuk tercapainya keluarga yang
sejahtera dan kematian seorang ibu merupakan suatu bencana bagi keluarganya.
Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini dapat dipastikan sangat besar, baik bagi
keluarga, masyarakat maupun angkatan kerja.
Kematian ibu menurut
penyebab dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Penyebab kematian
ibu langsung yaitu akibat komplikasi kehamilan, persalinan, masa nifas dan
penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Penyebab kematian ibu tidak
langsung yaitu akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu
kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia,
HIV/AIDS, penyakit kardiovaskuler, terlambat mendapat dan mencapai pelayanan
kesehatan. Secara global 80% kematian ibu tergolong penyebab kematian ibu
langsung yaitu perdarahan (25%) biasanya perdarahan pasca persalinan, sepsis
(15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi
tidak aman (13%) dan sebab lain (7%).
Partus tak
maju sering terjadi akibat terlalu banyak anak, partus pada usia dini atau lanjut,
jarak persalinan terlalu rapat, kehamilan pertama yang dikaitkan terjadinya CPD
(Chepalo Pelvis Disproporsi), tinggi badan < 150 cm, ukuran panggul yang
kecil, riwayat persalinan jelek dan petugas kesehatan tidak terlatih untuk
mengenali persalinan macet yang menyebabkan tingginya risiko kematian bayi.
Penyebab utama lahir mati adalah gangguan persalinan (25%), partus tak maju
(19%), masalah kesehatan ibu menjelang persalinan (13%) dan malpresentasi
(12%). Partus tak maju akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi
pada ibu, kadang dapat terjadi atonia uteri yang dapat mengakibatkan pendarahan
postpartum.
Menurut
Depkes tahun 2004, ibu partus tak maju yang rawat inap di Rumah Sakit di
Indonesia diperoleh proporsi 4,3% yaitu 12.176 dari 281.050 persalinan dan CFR
ibu akibat partus tak maju 0,7%.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa pengertian
dari Partus Lama ?
2. Bagaimana
penatalaksanaan pada Partus Lama ?
3. Apa pengertian
dari Vakum Ekstraksi ?
4. Bagaimana cara
kerja Vakum Ekstraksi?
5. Apa pengertian
dari Forsep ?
6. Bagaimana cara
kerja Forsep ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari Partus Lama.
2. Mengetahui penatalaksanaan pada Partus Lama.
3. Mengetahui Pengertian dari Vakum Ekstraksi.
4. Mengetahui cara kerja dari Vakum Ekstraksi.
5. Mengetahui pengertian dari Forsep.
6. Mengetahui Cara Kerja Forsep.
BAB II
PEMBAHASAN
Partus lama adalah persalinan yang
sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Secara umum,
persalinan yang abnormal sering terjadi apabila terdapat disproporsi antara
bagian presentasi janin dan jalan lahir. Partus lama dapat terjadi akibat
beberapa kelainan tertentu yang melibatkan serviks, uterus, janin, tulang
panggul ibu, atau obstruksi lain dijalan lahir. Kelainan-kelainan ini secara
mekanistis dibagi menjadi tiga kategori yaitu kelainan kekuatan (power),
kelainan yang melibatkan janin (passenger), kelainan jalan lahir (passage).
2.1 PARTUS LAMA
2.1.1. Pengertian Partus lama
Tentang
istilah partus lama, ada juga yang menybutkan dengan partus kasep dan partus
terlantar.
Persalinan
yang berlangsung 12 jam atau lebih, bayi
belum lahir, yang dapat terjadi karena pemanjangan kala I dan Kala II
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam, yang
dimulai dari tanda-tanda persalinan.
Partus lama
adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau
lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan
aktif (Syaifuddin AB., 2002 : h 184).
Partus lama
adalah persalinan yang berlangsung
lebih dari 24 jam pada primigradiva, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva. (Mochtar,
1998 : h 348)
Sedangkan
pada persalinan dan kelahiran normal yaitu proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin.
2.1.2.
Angka Kejadian
Saat ini distosia adalah indikasi yang paling sering untuk seksio sesarea
primer. Gifford dkk melaporkan bahwa tidak majunya persalinan merupakan alsan
bagi 68% seksio sesarea non elektif pada presentasi kepala. Pada tahun 1990,
12% wanita Amerika didiagnosa mengalami hambatan dalam persalinan sehingga
janin harus dikeluarkan perabdominam, dan angkaini meningkat sebesar 7%. Di
Amerika diperkirakan 50-60% diantara semua seksio sesarea disebabkan oleh tidak
adanya kemajuan dalam persalinan.
2.1.3.
Etiologi
Menurut Saifudin AB, (2007: h 185) Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh :
a. His tidak
efisien (in adekuat)
Penilaian kekuatan his dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, yakni
menilai secara manual sifat-sifat his dengan palpasi atau menggunakan bantuan
CTG. HIS yang
tidak normal dalam dalam kekurangan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada
jalan lahir yang yang lazim terdapat
pada setiap persalinan, tidak dapat dilatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kemacetan.
His dikatakan kurang baik kuat jika:
· Terlalu lemah yang dinilai dengan palpasi pada puncak his.
· Terlalu pendek yang dinilai dari lamanya kontraksi.
· Terlalu jarang yang dipantau dari waktu sela antara dua his.
Menurut WHO his dikatakan memadai bila terdapat his yang kuat
sekurang-kurangnya tiga kali dalam kurun waktu 10 menit dan masing-masing
lamanya lebih dari 40 detik
b.
Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin
besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi
bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin
relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang
dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama
atau partus macet
c.
Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi
terlalu besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet.
Faktor lain (Predisposisi) :
a.
Paritas dan Interval kelahiran (Fraser MD,
2009 : 432)
b.
Ketuban
Pecah Dini
Pada ketuban pecah dini bisa menyebabkan persalinan berlangsung lebih lama
dari keadaan normal, dan dapat menyebabkan infeksi. Infeksi
adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di
dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh
korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.
(Wiknjosastro, 2007 : h )
KPD pada
usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh periode laten yang lebih
panjang. Pada kehamilan aterm periode
laten 24 jam pada 90% pasien.
2.1.4.
Gejala Klinik
Partus Lama
Adapun gejala
klinik dari Partus Lama adalah :
a. Pada ibu :
· Gelisah
· Letih
· Suhu badan
meningkat
· Berkeringat
· Nadi cepat
· Pernafasan
cepat
· Meteorismus
· Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema serviks, cairan
ketuban berbau terdapat mekoneum. Pemeriksaan lokal vulva-vagina :
Edema vulva, Cairan
ketuban berbau, Cairan ketuban bercampur mekonium
Pemeriksaan dalam : Edema serviks, Bagian terendah sulit didorong ke atas, Terdapat kaput pada bagian terendah, Keadaan janin dalam rahim, Asfiksia sampai terjadi kematian
Akhir dari persalinan lama adalah : Ruftur uteri imminen, Kematian karena perdarahan, dan infeksi.
Pemeriksaan dalam : Edema serviks, Bagian terendah sulit didorong ke atas, Terdapat kaput pada bagian terendah, Keadaan janin dalam rahim, Asfiksia sampai terjadi kematian
Akhir dari persalinan lama adalah : Ruftur uteri imminen, Kematian karena perdarahan, dan infeksi.
b.
Pada Janin :
·
Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative.
·
Air ketuban
terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
·
Caput succedenium yang besar
·
Moulage
kepala yang hebat
·
Kematian
janin dalam kandungan
·
Kematian janin
intrapartal
2.1.5.
Diagnosa Klinik
Diagnosis kelainan partus lama :
Tanda dan gejala klinis
|
Diagnosis
|
Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari 3 cm)
tidak didapatkan kontraksi uterus
|
Belum inpartu, fase labor
|
pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam
inpartu
|
Fase laten
memanjang
|
pembukaan serviks tidak melewati garis waspada
partograf
- Frekuensi dan lamanya kontraksi
kurang dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang dari 40 detik
- Secondary
arrest of dilatation atau arrest of descent
- Secondary
arrest of dilatation dan bagian terendah dengan caput terdapat moulase
hebat, edema serviks, tanda rupture uteri immenens, fetal dan maternal
distress
-
Kelainan presentasi (selain vertex)
|
Fase aktif
memanjang :
-
Inersia uteri
-
Disporporsi sefalopelvik
-
Obstruksi
-
Malpresentasi
|
Pembukaan serviks lengakap, ibu ingin kala II lama
(prolonged, mengedan, tetapi tidak ada kemajuan second stage)
|
Untuk mendiagnosa faktor pada jalan
lahir, seperti karena adanya kelainan panggul, dapat ditegakkan atas
pemeriksaan radiologis seperti pelvimetri radiologi, CT Scan, MRI (Magnetic
resonance imaging). Dengan melakukan pemeriksaan
radiologis, akan didapatkan kriteria diagnosis mengenai ukuran panggul.
Kriteria
diagnosisnya sebagai berikut :
a.
Kesempitan pintu atas panggul:
·
Panggul sempit relatif: jika konjugata vera >
8,5 – 10 cm
·
Panggul sempit absolut: jika
konjugata vera < 8,5 cm
b.
Kesempitan panggul tengah:
Kalau jumlah diameter interspinarum
dan diametersagitalis posterior pelvis mencapai < 13,5 cm dan diameter
interspinarum <10 cm, dinding panggul konvergen, dan sakrum lurus atau
konveks.3
c.
Kesempitan pintu bawah panggul:
d.
Bila arkus pubis <900, atau sudut lancip.
Sedangkan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis faktor janin dapat
menggunakan ultrasonografi.
2.1.6.
Analisi Grafik
Persalinan
Friedeman menguraikan suatu analisis
grafik persalinan yang menghubungkan lamanya persalinan dengan kecepatan
pembukaan cervix, pada kertas grafik ,dilatasi cervix dalam centimeter di
tepatkan pada sumbu ordinat dan waktunya pada obscis. Dengan menghubungkan
titik-titik persilangan terbentuk suatu kurva sigmid. Kecepatan pembukaan
cervix, sebagaimana diprlihatkan oleh lereng kurva di uraikan dalam centimete
per jam.
Kala I persalinan (sejak dimulainya persalinan hingga
pembukaan lengkap) di bagi menjadi 2 priode, yaitu fase laten dan fase aktif.
Dengan meneliti rangkaian kasus dalam jumlah besar, friedman mendapatkan
angka-angka untuk lamanya berbagai fase. Batas-batas normal sebelah atas
menunjukkan waktu terlama sejak proses persalinan dimulai dan berakhir sacara
normal. Akan tetapi, pada
kasus-kasus dengan persalinan lambat atau tanpa kemajuan ( seperti terlihat
oleh rendahnya kecepatan dilatasi cervix), penyelidikan harus dilakukan jauh
sebelum waktu maksimum di capai.
Periode laten
Fase ini dimulai bersama-sama dimulainnya persalinan dan
berlangsung sampai permulaaan dan cervix melunak serta menepis. Lereng kurva
hampir mendatar ,dilatasi cervix kira-kira hanya 0,35 cm per jam. Pada akhir
fase laten, servix membuka sekitar 3 jam,mengalami pendataran dengan baik dan
melunak.
Pada primigravida,lama rata-rata fase laten adalah 8,6 jam,
dengan batas normal sebelah atas pada 20 jam (tabel 1). Untuk multipara
angka-angkanya adalah 5,3 dan 14 jam. Terdapat variasi yang luas pada
angka-angka ini, dan priode laten yang lama tidak berarti bahwa fase aktifnya
akan abnormal.
Periode aktif
Periode aktif berlangsung sejak akhir fase laten hingga
pembukaan lengkap. Kurva berubah dari lereng fase laten yang hampir horizontal
menjadi kemiringan yang hampir vertikar. Dengan dicapainya kala dua, kurva
tersebut mendatar kembali. Persalinan yang efektif dimulai sejak fase aktif ,
yaitu priode dilatasi yang mantap dan
cepat.
Tabel 1. Waktu pada fase-fase persalinan
|
Primigravida
multipara
Rata-rata uppernormal rata-rata uppernormal
|
Fase laten 8,6 jam 20 jam 5,3 jam 14 jam
Fase aktif 5,8 jam 12 jam 2,5 jam 6 jam
Kala 1 13,3 jam 28,5 jam 7,5 jam 20 jam
Kala 2 57 menit 2,5 jam 18 menit 50 menit
Dilatsi cervix
Rate selama fase akif kurang 1,2/jam kurang 1,5
cm/jam adalah
Adalah abnormal abnormal
|
Pada primigravida dalam rangkaian kasus friedeman,lama
rata-rata fase aktif adalah 5,8 jam dan batas atas normal setelah atasnya
adalah 12 jam. Kecepatan dilatasi cervix yang kurang dari 1,2 hingga 6,8 per
jam. Kecepatan di bawah 1,2 cm per jam adalah kecepatan di bawah normal dan
menunjukkan adanya persalinan disfungsional.
Pada multipara lama rata-rata fase aktif adalah 2,5 jam,
dengan batas normal sebelah atas pada 6 jam. Kecepatan dilatasi cervix yang
kurang dari 1,5 cm per jam merupakan keadaan abnormal.
Pada primigrapida lama maksimal kala 1 persalinan yang
nolmal fase laten dan aktif digabungkan adalah 28,5 jam (rata-rata 13,3),dengan
kala dua maksimum pada 2,5 jam (rata-rata 57 menit). Pada multipara,
angka-angka tersebut adalah 20 jam (rata-rata 7,5 menit). Untuk kala satu dan
50 menit (rata-rata 18 menit) untuk kala dua.
2.1.7.
Klasifikasi
Persalinan Lama
a.
Fase laten yang memanjang
Fase laten yang melampaui waktu 20
jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada multipara merupakan keadaan
abnormal (Hakimi, 2010).
Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :
Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :
ü Cervix belum matang pada awal persalinan
ü Posisi janin abnormal
ü Disproporsi fetopelvik
ü Persalinan disfungsional
ü Pemberian sedatif yang berlebihan.
Cervik yang
belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan kebanyakan cervix akan membuka
secara normal begitu terjadi pendataran. Sekalipun fase laten berlangsung lebih
dari 20 jam, banyak pasien mencapai dilatasi cervix yang normal ketika fase
aktif dimulai. Meskipun fase laten itu menjemukan, tetapi fase ini tidak
berbahaya bagi ibu atau pun anak (Hakimi, 2010).
Faktor yang
mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau
sedasi yang berlebihan, keadaan servik yang buruk (missal tebal, tidak
mengalami pendataran, atau tidak membuka), dan persalinan palsu. Friedman
mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efktif dan aman dalam
memperbaiki fase laten yang berkepanjangan (Saifudin, 2009).
b. Fase Aktif Memanjang Pada Primigravida
Pada primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan abnormal. Yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan dilatasi cervix. Laju yang kurang dari 1.2 cm per jam membuktikan adanya abnormalitas dan harus menimbulkan kewaspadaan dokter yang akan menolong persalinan tersebut.
Pada primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan abnormal. Yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan dilatasi cervix. Laju yang kurang dari 1.2 cm per jam membuktikan adanya abnormalitas dan harus menimbulkan kewaspadaan dokter yang akan menolong persalinan tersebut.
c. Pemanjangan fase aktif menyertai :
ü Malposisi janin
ü Disproporsi fetopelvik
ü Penggunaaan sedatif dan analgesik secara sembrono
ü Ketuban pecah sebelum mulainya
persalinan. Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan forceps-tengah,
sectio caesarea dan cedera atau kematian janin.
Berikut ini ciri – ciri partus lama multipara :
ü Insidennya
kurang dari 1 persen
ü Mortalitas
perinatalnya lebih tinggi dibandingkan pada primigravida dengan partus lama.
ü Jumlah bayi
besar bermakna
ü Malpresentasi
menimbulkan permasalahan
ü Prolapsus
funiculi merupakan komplikasi perdarahan postpartum berbahaya.
ü Perdarahan
postpartum berbahaya.
ü Ruptur uteri
terjadi pada grande multipara.
ü Sebagian
besar kelahirannya berlangsung spontan pervaginam
ü Ekstraksi
forceps – tengah lebih sering dilakukan.
ü Angka
section caesarea tinggi sekitar 25 persen (Hakimi, 2010).
d.
Penurunan Bagian Terendah
Begitu
penurunan yang aktif dimulai pada akhir kala satu persalinan, proses ini harus
terus berlangsung sepanjang perjalanan kala dua. Gangguan pada penurunan
merupakan ancaman dan menunjukan adanya suatu permasalahan yang serius.
Diagnosis didasarkan kepada petunjuk tidak adanya perubahan stasiun bagian
terrendah janin selama waktu setidaknya 2 jam.
Disproporsi
cephalopelvik dan abnominal ketja uterus sering tampak setelah terjadi
kemacetan penurunan. Section caesarea, forceps tengah, rotasi dengan forceps
dan forceps yang gagal acapkali dijumpai menyertai masalah ini. Pada tindakan melahirkan
pervaginam yang sulit, trauma maternal dan fetal sering terjadi.
e. Persalinan lama dalam kala dua
Tahap ini berawal saat pembukaan servik telah lengakap dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara, tetapi angka itu juga sangat bervariasi. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineum nya sudah melebar, 2 atau 3 kali setelah mengejan pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi regional atau sedasi yang berat, maka kala II akan sangat dapat memanjang. Selain itu kala II dapat mengakibatkan banyak gerakan pokok yang penting agar janin dapat melewati jalan lahir.
Tahap ini berawal saat pembukaan servik telah lengakap dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara, tetapi angka itu juga sangat bervariasi. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineum nya sudah melebar, 2 atau 3 kali setelah mengejan pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi regional atau sedasi yang berat, maka kala II akan sangat dapat memanjang. Selain itu kala II dapat mengakibatkan banyak gerakan pokok yang penting agar janin dapat melewati jalan lahir.
2.1.8. Komplikasi
Efek yang diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin.
Diantaranya:
a. Bagi Ibu
Persalinan
lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya cedera
terus meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan: resiko tersebut naik
dengan cepat setelah 24 jam. Terdapat kelainan pada insidensi atonia uteri,
laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan, dan syok. Angka kelahiran dengan
tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu.
ü Infeksi intrapartum
Infeksi merupakan bahaya serius yang
mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya
ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan desisdua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia, sepsis dan pneumonia pada janin
akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
ü Ruptur uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka yang
dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan dan
panggul sedemikin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, sehingga segmen bawah uterus
menjadi sangat teregang yang kemudian dapat menyebabkan ruptur.
ü Cincin retraksi patologis
Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus, tipe
yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin ini disertai peregangan dan penipisan berlebihan
segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu identasi abdomen dan menandakan
ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.
ü Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi
tidak maju untuk jangka waktu lama, maka bagian jalan lahir yang terletak
diantaranya akan mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi
sehingga dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah
melahirkan dengan munculnya fistula.
ü Cedera otot dasar panggul
Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubungnya
merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginum terutama
apabila persalinannya sulit.
b. Bahaya bagi janin
ü Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian bawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap, dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forcep biasanya kaput suksedaneum bahkan yang besar sekalipun akan menghilang dalam beberapa hari.
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian bawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap, dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forcep biasanya kaput suksedaneum bahkan yang besar sekalipun akan menghilang dalam beberapa hari.
ü Molase pada Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih di sutura besar, suatu proses yang di sebut molase (molding moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dengan promontorium tumpang tindih dengan tulang di sebelahnya.’ hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong kebawah tulang parietal.
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih di sutura besar, suatu proses yang di sebut molase (molding moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dengan promontorium tumpang tindih dengan tulang di sebelahnya.’ hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong kebawah tulang parietal.
2.1.9. Penatalaksanaan Persalinan Lama
Adapun
penatalaksanaan persalinan lama adalah :
1) Penatalaksanaan persalinan lama
menurut (Depkes, 2007). :
· Seksio sesar pada panggul sempit,
makrosomia, letak lintang, atau disproparsi fetopelvik.
· Koreksi yang
kemudian dilanjutkan dengan akselerasi kala 2 (ekstraksi vakum atau cunam) atau
seksio sesar pada kasus malpresentasi atau asinklitismus.
· Maneuver
skrup atau penekanan bahu secara eksternal untuk distosia bahu.
· Pacu
kontraksi apabila inersia uteri bukan disebabkan oleh disproparsi.
· Rehidasi
adan pemberian kalori untuk restorasi ibu yang mengalami kelelahan
2) Tindakan suportif
· Selama
persalinan, semangat pasien harus didukung. Kita harus membesarkan hatinya dan menghindari
kata-kata yang dapat menimbulkan kekhawatiran dalam diri pasien.
· Intake
cairan setidaknya 2.500 ml perhari. Pada semua partus lama, intake cairan
sebanyak ini dipertahankan melalui pemberian infus cairan glukosa. Dehidrasi
dengan tanda adanya aceton dalam urine, harus dicegah.
· Makanan yang
dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna dengan baik. Makanan ini
akan tertinggal dalam lambung sehingga menimbulkan bahaya muntah dan aspirasi.
Karena itu, pada persalinan yang berlangsung lama dipasang infus untuk
pemberian kalori.
· Pengosongan
kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih dan rektum yang penuh bisa
saja menimbulkan perasaan tidak enak dan merintangi kemajuan persalinan tetapi
juga menyebabkan organ tersebut lebih mudah cedera disbanding dalam keadaan
kosong.
· Meskipun
wanita yang berada dalam proses persalinan harus diistirahatkan dengan
pemberian sedative dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik,
namun semua preparat ini harus digunakan dengan bijaksana. Narcosis dalam
jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
· Pemeriksaan
rektal atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuaensi sekecil mungkin.
Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap
tindakan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
· Apabila
hasil-hasil pemeriksaan menunjukan adanya kemjuan dan kelahiran diperkirakan
terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak terdapat gawat janin ataupun
ibu, terapi sufortif diberikan dan persalinan dibiarkan berlangsung secara
spontan (Hakimi, 2010).
· Fase laten memanjang
Pertama-tama faktor-faktor mekanis harus disingkirkan. Terapi selanjutnya tergantung pada kondisi cervix.
- Cervix matang : mendatar, lunak dan pembukaan 2.5 hingga 3.0 cm:
Amniotomi, Oxcyticin
- Cervix belum matang: terapinya sufortif. Pasien diberikan makanan bergizi, ditenangakan pikirannya dan diberi obat-obatan untuk tidur. Sesudah itu akan terjadi salah satu diantara kemungkinan ini : Persalinan berhenti (menunjukan false labor) dan pasien dipulangkan, Pasien akan mengalami persalinan yang efisien dan cervix berdilatasi, Tipe persalinan yang semula terjadi kembali. Dalam keadaan ini stimulasi dengan oxytosin sering mendorang terjadinya proses persalinan yang baik begitu cervix menjadi matang, ketuban dapat dipecahkan (Hakimi, 2010).
Pertama-tama faktor-faktor mekanis harus disingkirkan. Terapi selanjutnya tergantung pada kondisi cervix.
- Cervix matang : mendatar, lunak dan pembukaan 2.5 hingga 3.0 cm:
Amniotomi, Oxcyticin
- Cervix belum matang: terapinya sufortif. Pasien diberikan makanan bergizi, ditenangakan pikirannya dan diberi obat-obatan untuk tidur. Sesudah itu akan terjadi salah satu diantara kemungkinan ini : Persalinan berhenti (menunjukan false labor) dan pasien dipulangkan, Pasien akan mengalami persalinan yang efisien dan cervix berdilatasi, Tipe persalinan yang semula terjadi kembali. Dalam keadaan ini stimulasi dengan oxytosin sering mendorang terjadinya proses persalinan yang baik begitu cervix menjadi matang, ketuban dapat dipecahkan (Hakimi, 2010).
2.2 PARTUS DENGAN VAKUM EKSTRAKSI
2.2.1. Pengertian Ekstraksi Vakum
Ekstraksi vacuum adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan
ekstraksi tenaga negative (vakum) pada kepalanya. Alat yang
umumnya digunakan adalah vacum ekstraktor dari malmstrom. Prinsip dari cara ini
adalah bahwa kita mengadakan suatu vacum (tekanan negatif) melalui suatu cup
pada kepala bayi. Dengan demikian akan timbul caput secara artifisial dan cup
akan melekat erat pada kepala bayi. Pengaturan tekanan harus diturunkan secara
perlahan-lahan untuk menghindarkan kerusakan pada kulit kepala, mencegah
timbulnya perdarahan pada otak bayi dan supaya timbul caput succedaneum.
2.2.2. Alat-alat Ekstraksi Vacum
a.
Mangkok
(cup)
Mangkok ini
dibuat untuk membuat caput succedaneum buatan sehingga mangkuk dapat mencekam
kepala janin. Sekarang ini terdapat dua macam mangkuk yaitu mangkuk yang
terbuat dari bahan logam dan plastik. Beberapa laporan menyebutkan bahwa
mangkuk plastik kurang traumatis dibanding dengan mangkuk logam. mangkuk
umumnya berdiameter 4 cm sampai dengan 6 cm. pada punggung mangkuk terdapat:
·
Tonjolan
berlubang tempat insersi rantai penarik
·
Tonjolan
berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk dengan pipa penghubung
·
Tonjolan
landai sebagai tanda untuk titik petunjuk kepala janin ( point of direction )
Pada vakum bagian depan terdapat logam/ plastik yang berlubang untuk menghisap
cairan atau udara.
b.
Rantai
Penghubung
Rantai
mangkuk tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan mangkuk dengan
pemegang.
c.
Pipa
Penghubung
Terbuat dari
pipa karet atau plastik lentur yang tidak akan berkerut oleh tekanan negatif.
Pipa penghubung berfungsi penghubung tekanan negatif mangkuk dengan botol.
d.
Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan cairan yang mungkin ikut tersedot (air ketuban, lendir servicks, vernicks kaseosa, darah, dll). Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran:
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan cairan yang mungkin ikut tersedot (air ketuban, lendir servicks, vernicks kaseosa, darah, dll). Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran:
·
Saluran
manometer
·
Saluran
menuju ke mangkuk
·
Saluran
menuju ke pompa penghisap
e.
Pompa
penghisap
Dapat berupa
pompa penghisap manual maupun listrik
2.2.3. Teknik Tindakan Ekstraksi Vacum
a.
Ibu dalam
posisi litotomi dan dilakukan disinfeksi daerah genetalia ( vulva toilet ).
Sekitar vulva ditutup dengan kain steril
b.
Setelah
semua alat ekstraktor terpasang, dilakukan pemasangan mangkuk dengan tonjolan
petunjuk dipasang di atas titik petunjuk kepala janin. Pada umumnya dipakai
mangkuk dengan diameter terbesar yang dapat dipasang.
c.
Dilakukan
penghisapan dengan tekanan negatif -0,3 kg/cm2 kemudian dinaikkan -0,2 kg /cm2
tiap 2 menit sampai mencapai -0,7 kg/cm2. maksud dari pembuatan tekanan negatif
yang bertahap ini supaya caput succedaneum buatan dapat terbentuk dengan baik.
d.
Dilakukan
periksa dalam vagina untuk menemukan apakah ada bagian jalan lahir atau kulit
ketuban yang terjepit diantara mangkuk dan kepala janin.
e.
Bila perlu
dilakukan anastesi local, baik dengan cara infiltrasi maupun blok pudendal
untuk kemudian dilakukan episiotomi.
f.
Bersamaan
dengan timbulnya his, ibu dipimpin mengejan dan ekstraksi dilakukan dengan cara
menarik pemegang sesuai dengan sumbu panggul. Ibu jari dan jari telunjuk serta
jari tanan kiri operator menahan mangkuk supaya tetap melekat pada kepala
janin. Selama ekstraksi ini, jari-jari tangan kiri operator tersebut, memutar
ubun-ubun kecil menyesuaikan dengan putaran paksi dalam. Bila ubun-ubun sudah
berada di bawah simfisis, arah tarikan berangsur-angsur dinaikan ( keatas )
sehingga kepala lahir. Setelah kepala lahir,
tekanan negatif dihilangkan dengan cara membuka pentil udara dan mangkuk
kemudian dilepas. Janin dilahirkan seperti pada persalinan normal dan
plasenta umumnya dilahirkan secara aktif.
2.2.4. Keuntungan
Tindakan Ekstraksi Vacum
a.
Cup dapat
dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau kurang dari demikian
mengurangi frekuensi SC.
b.
Tidak perlu
diketahui posisi kepala dengan tepat, cup dapat dipasang di belakang kepala,
samping kepala ataupun dahi.
c.
Tarikan
tidak dapat terlalu berat. Dengan demikian kepala tidak dapat dipaksakan
melalui jalan lahir. Apabila tarikan terlampau berat cup akan lepas dengan
sendirinya.
d.
Cup dapat
dipasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya pada pembukaan 8-9 cm,
untuk mempercepat pembukaan, untuk ini dilakukan tarikan ringan yang kontinu
sehingga kepala menekan pada cervik. Tarikan tidak boleh terlalu kuat untuk
mencegah robekan cervik. Di samping itu cup tidak boleh terpasang lebih dari ½
jam untuk menghindari kemungkinan timbulnya perdarahan pada otak.
e.
Vacum
ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar kepala dan mengadakan fleksi kepala ( misal pada letak dahi ).
2.2.5. Kerugian Tindakan Ekstraksi Vacum
Kerugian dari
tindakan vakum adalah waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat
ditarik relatif lebih lama ( kurang lebih 10 menit ) cara ini tidak dapat dipakai
apabila ada indikasi untuk melahirkan anak dengan cepat seperti misalnya pada
fetal distress ( gawat janin ) alatnya relatif lebih mahal dibanding dengan
forcep biasa.
2.2.6. Yang Harus Diperhatikan Dalam Tindakan Ektraksi Vacum
a.
Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar
b.
Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
c.
Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam
d.
Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his dan ibu
mengejan
e.
Apabila kepala masih agak tinggi ( H III ) sebaiknya dipasang cup terbesar
(diameter 7 cm)
f.
Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi
g.
Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature
2.2.7. Syarat Tindakan Ekstraksi Vakum
a.
Pembukaan 7
cm atau lebih
b.
Kepala di
Hodge II-III
c.
Tidak ada
disproporsi kepala panggul
d.
Konsistensi
kepala normal
e.
Ketuban
sudah pecah atau dipecahkan
2.2.8.
Indikasi
Kala II lama
dengan presentasi belakang kepala / vertex (pemantaun patograf). Biasanya
kepala tidal lahir karena lemahnya ekspulsi, inersia uteri dan malposisi.
2.2.9. Kontraindikasi
a.
Letak muka (kerusakan pada mata)
b.
Kepala
menyusul
c.
bayi premature (tarikan tidak boleh keras)
d.
Gawat janin
2.2.10. Kegagalan
Ekstraksi vacum
dianggap gagal jika:
a.
Kepala tidak turun pada tarikan.
b.
Jika tarikan
sudah tiga kali dan kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah 30 menit.
c.
Mangkok lepas pada tarikan pada tekanan maksimum.
Setiap aplikasi vacum harus dianggap sebagai ekstraksi vacum percobaan. Jangan lanjutkan jika tidak terdapat
penurunan kepala pada setiap tarikan.
2.2.11. Bahaya-Bahaya
Tindakan Ekstraksi Vacum
a.
Terhadap Ibu
1)
Trauma persalinan : Robekan
bibir cervic atau vagina karena terjepit kepala bayi dan cup, Robekan
perineum yang lebih luas
2)
Perdarahan : Robekan
jalan lahir, Atonia uteri
3)
Infeksi
b.
Terhadap Anak
1)
Luka-luka
pada kulit kepala
2)
Cephal
haematoma
3)
Caput
succedaneum
4)
Perdarahan
atau kerusakan otak
5)
Asfiksia
6)
Trauma
langsung pada bagian janin tempat cup vakum
2.3 PARTUS DENGAN FORSEP
2.3.1.
Pengertian
Forceps
digunakan untuk menolong persalinan bayi dengan presentasi verteks, dapat
digolongkan sebagai berikut, menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada
jalan lahir pada saat daun forceps dipasang. Tindakan forceps rendah (forceps
pintu bawah panggul) adalah tindakan pemasangan forceps setelah kepala bayi mencapai
dasar perineum, sutura sagitalis berada pada diameter anteroposterior dan
kepala bayi tampak diintroitus vagina.
Tindakan
forceps tengah (midforseps) adalah tindakan pemasangan porceps sebelum kriteria
untuk porceps rendah dipenuhi, tetapi setelah engagement kepala bayi terjadi.
Adanya engagement biasanya dapat dibuktikan secara klinis oleh penurunan bagian
terendah kepala sampai atau dibawah spina iskiadika dan pintu atas panggul
biasanya lebih besar dari pada ajarak dan pintu atas panggul biasanya lebih
besar daripada jarak diameter biparietal dengan bagian kepala bayi yang paling
bawah.(Menurut sumber dari buku Obstetri Williams).
Ektraksi
porceps adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat
porceps. Tindakan ini dilakukan karena ibu tidak dapat mengedan efektif untuk
melahirkan janin. Walaupun sebagian besar proses pengeluaran dihasilkan dari
ekstraksi porceps tetapi bukan berarti kekuatan menjadi tumpuan keberhasilan.
(Menurut sumber dari buku Pelayangan Kesehatan Maternatal & Neonatal)
2.3.2. Klasifikasi Ekstrasi Forcep
Pada tahun 1988, ACOG mengeluarkan klasifikasi ekstraksi forsep, yaitu :
1.
Outlet Forsep
· Skalp terlihat pada introitus tanpa memisahkan labia
· Kepala bayi telah mencapai dasar panggul
· Sutura sagitalis pada posisi anteroposterior atau ubun-ubun kecil
kiri/kanan depan atau belakang
· Kepala bayi
pada perineum
· Rotasi tidak
melebihi 45 derajat
2.
Low Forsep
· Kepala pada station > +2, namun tidak pada dasar panggul
· Rotasi kurang dari 45 derajat (ubun-ubun kecil kiri/kanan depan atau
kiri/kanan belakang atau belakang)
· Rotasi lebih dari 45 derajat
3.
Midforsep : Station diatas +2 namun kepala engaged
4.
High : Tidak dimasukkan kedalam klasifikasi
2.3.3. Tujuan Persalinan Ekstraksi Forcep
Menurut
Rustam Mochtar 1998, persalinan dengan ekstraksi forceps bertujuan:
1.
Traksi yaitu
menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
2.
Koreksi
yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan
depan atau sekali-kali. Ubun-ubun melintang kiri dan kanan atau ubun-ubun
kiri atau kanan belakang menjadi ubun- ubun depan ( dibawah symphisis pubis)
3.
Kompresor
yaitu untuk menambah moulage kepala
2.3.4 Indikasi
Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah
1.
Indikasi ibu
·
Ruptura
uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah setinggi 3
jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.
·
Adanya
oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir artinya partus
sudah berlangsung lama.
·
Adanya
tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.
·
Eklamsi yang
mengancam
·
Indikasi
pinard, yaitu kepala sudah di H IV, pembukaan cervix lengkap, ketuban
sudah pecah atau 2jam mengedan janin belum lahir juga.
·
Pada ibu-ibu
yang tidak boleh mengedan lama, misal Ibu dengan
decompensasi kordis, ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang), pre eklamsi berat, ibu dengan asma broncial.
decompensasi kordis, ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang), pre eklamsi berat, ibu dengan asma broncial.
·
Partus tidak
maju-maju
·
Ibu-ibu yang
sudah kehabisan tenaga.
2.
Indikasi janin Gawat janin
Tanda-tanda gawat janin antara lain
:
·
Cortonen
menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur
·
DJJ menjadi
lambat bradhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur
tidak teratur
·
Adanya
mekonium (pada janin letak kepala) Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak
masih baik.
2.3.5 Kontra indikasi
Kontra indikasi dari ekstraksi
forceps meliputi:
1.
Janin sudah
lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagisehingga kepala sulit
dipegang oleh forceps
2.
Anencephalus
3.
Adanya disproporsi cepalo pelvik.
4.
Kepala masih
tinggi
5.
Pembukaan
belum lengkap
6.
Pasien bekas
operasi vesiko vagina fistel.
7.
Jika
lingkaran kontraksi patologi bandl sudah setinggi pusat atau lebih
2.3.6 Syarat Dilakukan Ekstraksi Forcep
Keputusan untuk melakukan ekstaksi forsep sama pentingnya dibandingkan
dengan keputusan untuk seksio sesarea. Terdapat
persyaratan minimum untuk ekstraksi forsep, yaitu:
1.
Kepala janin engaged
2.
Selaput ketuban telah pecah
3.
Pembukaan lengkap
4.
Anak hidup
termasuk keadaan gawat janin
5.
Penurunan H
III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul)
6.
Kontraksi
baik
7.
Ibu tidak
gelisah atau kooperatif
8.
Posisi janin diketahui dengan pasti
9.
Panggul telah dinilai adekuat
10. Terdapat anestesi yang sesuai
11. Operator mempunyai ketrampilan dan pengetahuan mengenai peralatan
12. Adanya kemauan untuk membatalkan tindakan bila ekstraksi forsep tidak
lancar
13. Informed consent baik oral meskipun lebih baik tertulis
2.3.7 JENIS
TINDAKAN
Berdasarkan
pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan beberapa macam tindakan
ekstraksi forceps, antara lain:
1.
Forceps
rendah
Dilakukan setelah kepala bayi
mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum, forceps dilakukan dengan ringan
disebut outlet forceps.
2.
Forceps
tengah
Pada kedudukan kepala antara H II
atau H III, salah satu bentuk forceps tengah adalah forceps percobaan untuk
membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps
berat membuktikan terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat
diganti dengan ekstraksi vaccum.
3.
Forceps
tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala
diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.
2.3.8 TEKNIK EKSTRAKSI FORCEP
Pasien diposisikan dalam posisi litotomi dengan tungkai fleksi dan abduksi.
Vulva dan perineum diberikan solusi antiseptik yang cukup. Kandung kemih
dinilai, bila perlu dikosongkan. Pemeriksaan dalam dilakukan lagi, untuk
meyakinkan bahwa semua syarat forsep telah terpenuhi.
Tujuan aplikasi forsep adalah untuk mencakup kepala secara simetris. Bilah
forsep harus terpasang secara simetris pada sisi kepala bayi dan melewati malar
eminensia. Setelah forsep terpasang, harus dilakukan pemeriksaan ulang apakah
aplikasi telah tepat sebelum dilakukan traksi atau rotasi.
Penilaian untuk aplikasi forsep yang tepat adalah :
·
Sutura sagitalis tegak lurus dengan plana forsep
·
Ubun-ubun kecil berada satu jari diatas dari plana forsep, dan
mempunyai jarak yang sama dari kedua sisi bilah
·
Jika bilah yang dipakai merupakan yang fenstrated, fensetrasi hanya satu
jari didepan dari kepala bayi
2.3.9 KOMPLIKASI
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah
sebagai berikut
a.
Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
·
Perdarahan
Dapat disebabkan karena atonia
uteri, retensio plasenta serta trauma jalan lahir yang meliputi rupture uteri, rupture cervix, robekan
forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum.
·
Infeksi
Terjadi karena sudah terdapat
sebelumnya, aplikasi alat
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat melakukan pemeriksaan dalam.
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat melakukan pemeriksaan dalam.
b.
Komplikasi
segera pada bayi
·
Asfiksia
Karena terlalu lama di dasar panggul
sehingga terjadi rangsangan pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan
air ketuban. Dan jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra
kranial, edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau
trauma langsung jaringan otak. Infeksi oleh karena infeksi pada ibu
menjalar ke bayi
·
Trauma
Trauma langsung forceps yaitu
fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang kepala; kerusakan pusat vital di
medula oblongata; trauma langsung pada mata, telinga dan hidung; trauma
langsung pada persendian tulang leher; gangguan fleksus brachialis atau
paralisis Erb, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada
daerah tertekan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah : Ditinjau dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Partus lama merupakan persalinan yang sulit yang ditandai adanya hambatan
kemajuan dalam persalinan, kemajuan persalinan dinilai dari kemajuan pembukaan
serviks, kemajuan bagian terendah janin, dan bila janin sudah sampai dibidang
hodge III atau lebih rendah dinilai dari ada atau tidaknya putaran paksi dalam.
Penyebab dari persalinan lama dapat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu:
Persalinan lama karena kekutan – kekuatan yang mendorong anak tidak memadai,
seperti: kelainan his, kekuatan mengejan kurang kuat, adanya kelainan letak
atau fisik janin, adanya kelinan pada jalan lahir.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas penilaian faktor-faktor penyebab
partus lama dan atas dasar pemeriksaan radiologis.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan partus lama bisa berupa infeksi intra
partum, ruptur uteri, cincin retraksi patologis, pembentukan fistula, cedera
otot dasar panggul,kaput suksedaneum dan moulase kepala janin.
3.2 Saran
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu Kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pihak
demi sempurnanya makalah ini dan sebagai perbaikan dalam pembuatan
makalah-makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Llewellyn-jones,
Derek. 2001. Dasar dasar Obsetri dan
Ginekologi. Jakarta : Hipokrates.
Oxorn, Harry.
dkk. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi
& Fisiologi Persalinan. Yogyakarta :
ANDI.
Prawirohardjo,
Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Cunningham,
dkk. 2009. Obsetri Williams Edisi 23 Vol
1. Jakarta : EGC