Senin, 15 Juni 2015

makalah partus lama

MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL NEONATAL
“ Partus Lama ”
KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayahnya kepada penulis. Dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat dan disesuaikan dengan kurikulum D-III Kebidanan yang ada di silabus Asuhan Kebidanan Komunitas semester IV, sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat baca mahasiswa serta dapat memotivasi untuk mempelajari makalah ini lebih lanjut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas serta kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah. Penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, serta menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca.

                                                                                               


Bengkulu,        Maret 2015
                                               
Penulis

 
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
1.3   Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengetian Partus Lama ................................................................................................. 3
2.2  Penatalaksaan Partus Lama .......................................................................................... 6
2.3  Pengertian Vakum Ekstraksi ...................................................................................... 12
2.4  Cara kerja Vakum Ekstraksi ....................................................................................... 15
2.5  Pengertian Forsep ....................................................................................................... 20
2.6  Cara kerja Forsep ........................................................................................................ 25
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan ................................................................................................................ 33
3.2  Saran .......................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA 
                                                                                                                                               




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah, tetapi bukannya tanpa risiko dan merupakan beban tersendiri bagi seorang wanita. Sebagian ibu hamil akan menghadapi kegawatan dengan derajat ringan sampai berat yang dapat memberikan bahaya terjadinya ketidaknyamanan, ketidakpuasan, kesakitan, kecacatan bahkan kematian bagi ibu dan bayinya. Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan pasca persalinan, uri tertinggal, partus tak maju/partus lama serta infeksi.
Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas merupakan masalah kesehatan yang penting, bila tidak ditanggulangi akan menyebabkan angka kematian ibu yang tinggi. Kematian seorang ibu dalam proses reproduksi merupakan tragedi yang mencemaskan. Keberadaan seorang ibu merupakan tonggak untuk tercapainya keluarga yang sejahtera dan kematian seorang ibu merupakan suatu bencana bagi keluarganya. Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini dapat dipastikan sangat besar, baik bagi keluarga, masyarakat maupun angkatan kerja.
Kematian ibu menurut penyebab dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Penyebab kematian ibu langsung yaitu akibat komplikasi kehamilan, persalinan, masa nifas dan penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Penyebab kematian ibu tidak langsung yaitu akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, penyakit kardiovaskuler, terlambat mendapat dan mencapai pelayanan kesehatan. Secara global 80% kematian ibu tergolong penyebab kematian ibu langsung yaitu perdarahan (25%) biasanya perdarahan pasca persalinan, sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%) dan sebab lain (7%).
Partus tak maju sering terjadi akibat terlalu banyak anak, partus pada usia dini atau lanjut, jarak persalinan terlalu rapat, kehamilan pertama yang dikaitkan terjadinya CPD (Chepalo Pelvis Disproporsi), tinggi badan < 150 cm, ukuran panggul yang kecil, riwayat persalinan jelek dan petugas kesehatan tidak terlatih untuk mengenali persalinan macet yang menyebabkan tingginya risiko kematian bayi. Penyebab utama lahir mati adalah gangguan persalinan (25%), partus tak maju (19%), masalah kesehatan ibu menjelang persalinan (13%) dan malpresentasi (12%). Partus tak maju akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, kadang dapat terjadi atonia uteri yang dapat mengakibatkan pendarahan postpartum.
Menurut Depkes tahun 2004, ibu partus tak maju yang rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia diperoleh proporsi 4,3% yaitu 12.176 dari 281.050 persalinan dan CFR ibu akibat partus tak maju 0,7%.

1.2  Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.     Apa pengertian dari Partus Lama ?
2.     Bagaimana penatalaksanaan pada Partus Lama ?
3.     Apa pengertian dari Vakum Ekstraksi ?
4.     Bagaimana cara kerja Vakum Ekstraksi?
5.     Apa pengertian dari Forsep ?
6.     Bagaimana cara kerja Forsep ?

1.3  Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.     Mengetahui pengertian dari Partus Lama.
2.     Mengetahui penatalaksanaan pada Partus Lama.
3.     Mengetahui Pengertian dari Vakum Ekstraksi.
4.     Mengetahui cara kerja dari Vakum Ekstraksi.
5.     Mengetahui pengertian dari Forsep.
6.     Mengetahui Cara Kerja Forsep.










BAB II
PEMBAHASAN

Partus lama adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Secara umum, persalinan yang abnormal sering terjadi apabila terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Partus lama dapat terjadi akibat beberapa kelainan tertentu yang melibatkan serviks, uterus, janin, tulang panggul ibu, atau obstruksi lain dijalan lahir. Kelainan-kelainan ini secara mekanistis dibagi menjadi tiga kategori yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan yang melibatkan janin (passenger), kelainan jalan lahir (passage).
2.1  PARTUS LAMA
2.1.1.  Pengertian Partus lama
                   Tentang istilah partus lama, ada juga yang menybutkan dengan partus kasep dan partus terlantar.
                   Persalinan yang  berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir, yang dapat terjadi karena pemanjangan kala I dan Kala II
                   Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam, yang dimulai dari tanda-tanda persalinan.
                   Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin AB., 2002 : h 184).
                   Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigradiva, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva. (Mochtar, 1998 :  h 348)
                   Sedangkan pada persalinan dan kelahiran normal yaitu proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

2.1.2.     Angka Kejadian
            Saat ini distosia adalah indikasi yang paling sering untuk seksio sesarea primer. Gifford dkk melaporkan bahwa tidak majunya persalinan merupakan alsan bagi 68% seksio sesarea non elektif pada presentasi kepala. Pada tahun 1990, 12% wanita Amerika didiagnosa mengalami hambatan dalam persalinan sehingga janin harus dikeluarkan perabdominam, dan angkaini meningkat sebesar 7%. Di Amerika diperkirakan 50-60% diantara semua seksio sesarea disebabkan oleh tidak adanya kemajuan dalam persalinan.

2.1.3.     Etiologi
                 Menurut Saifudin AB, (2007: h 185) Pada prinsipnya  persalinan lama dapat disebabkan oleh :
a.     His tidak efisien (in adekuat)
Penilaian kekuatan his dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, yakni menilai secara manual sifat-sifat his dengan palpasi atau menggunakan bantuan CTG. HIS yang tidak normal dalam dalam kekurangan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang yang lazim terdapat  pada setiap persalinan, tidak dapat dilatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
His dikatakan kurang baik kuat jika:
·       Terlalu lemah yang dinilai dengan palpasi pada puncak his.
·       Terlalu pendek yang dinilai dari lamanya kontraksi.
·       Terlalu jarang yang dipantau dari waktu sela antara dua his.
                 Menurut WHO his dikatakan memadai bila terdapat his yang kuat sekurang-kurangnya tiga kali dalam kurun waktu 10 menit dan masing-masing lamanya lebih dari 40 detik
b.     Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus macet
c.      Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. 
Faktor lain (Predisposisi) :
a.     Paritas dan Interval kelahiran (Fraser  MD, 2009 : 432)
b.     Ketuban Pecah Dini
Pada ketuban pecah dini bisa menyebabkan persalinan berlangsung lebih lama dari keadaan normal, dan dapat menyebabkan infeksi. Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. (Wiknjosastro, 2007 : h )
KPD pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh periode laten yang lebih panjang. Pada kehamilan aterm periode laten 24 jam pada 90% pasien.

2.1.4.     Gejala Klinik Partus Lama
Adapun gejala klinik dari Partus Lama adalah :
a.     Pada ibu :
·     Gelisah
·     Letih
·     Suhu badan meningkat
·     Berkeringat
·     Nadi cepat
·     Pernafasan cepat
·     Meteorismus
·     Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema serviks, cairan ketuban berbau terdapat mekoneum. Pemeriksaan lokal vulva-vagina :
Edema vulva, Cairan ketuban berbau, Cairan ketuban bercampur mekonium
Pemeriksaan dalam
: Edema serviks, Bagian terendah sulit didorong ke atas, Terdapat kaput pada bagian terendah, Keadaan janin dalam rahim, Asfiksia sampai terjadi kematian
Akhir dari persalinan lama adalah :
Ruftur uteri imminen, Kematian karena perdarahan, dan infeksi.
b.     Pada Janin :
·       Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative.
·       Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
·        Caput succedenium yang besar
·       Moulage kepala yang hebat
·       Kematian janin dalam kandungan
·       Kematian janin intrapartal

2.1.5.     Diagnosa Klinik
Diagnosis kelainan partus lama :
Tanda dan gejala klinis
Diagnosis
Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari 3 cm) tidak didapatkan kontraksi uterus
Belum inpartu, fase labor
pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam inpartu
Fase laten memanjang
pembukaan serviks tidak melewati garis waspada partograf
-       Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang dari 40 detik
-       Secondary arrest of dilatation atau  arrest of descent
-       Secondary arrest of dilatation dan bagian terendah dengan caput terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri immenens, fetal dan maternal distress
-       Kelainan presentasi (selain vertex)
Fase aktif memanjang :

-          Inersia uteri


-          Disporporsi sefalopelvik

-          Obstruksi



-          Malpresentasi
Pembukaan serviks lengakap, ibu ingin kala II lama (prolonged, mengedan, tetapi tidak ada kemajuan second stage)




Untuk mendiagnosa faktor pada jalan lahir, seperti karena adanya kelainan panggul, dapat ditegakkan atas pemeriksaan radiologis seperti pelvimetri radiologi, CT Scan, MRI (Magnetic resonance imaging). Dengan melakukan pemeriksaan radiologis, akan didapatkan kriteria diagnosis mengenai ukuran panggul.
Kriteria diagnosisnya sebagai berikut :
a.      Kesempitan pintu atas panggul:
·       Panggul sempit relatif: jika konjugata vera > 8,5 – 10 cm
·       Panggul sempit absolut: jika konjugata vera < 8,5 cm
b.     Kesempitan panggul tengah:
Kalau jumlah diameter  interspinarum dan diametersagitalis posterior pelvis mencapai < 13,5 cm dan diameter interspinarum <10 cm, dinding panggul konvergen, dan sakrum lurus atau konveks.3
c.      Kesempitan pintu bawah panggul:
d.     Bila arkus pubis <900, atau sudut lancip.
Sedangkan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis faktor janin dapat menggunakan ultrasonografi.
2.1.6.     Analisi Grafik Persalinan
                 Friedeman menguraikan suatu analisis grafik persalinan yang menghubungkan lamanya persalinan dengan kecepatan pembukaan cervix, pada kertas grafik ,dilatasi cervix dalam centimeter di tepatkan pada sumbu ordinat dan waktunya pada obscis. Dengan menghubungkan titik-titik persilangan terbentuk suatu kurva sigmid. Kecepatan pembukaan cervix, sebagaimana diprlihatkan oleh lereng kurva di uraikan dalam centimete per jam.
                 Kala I persalinan (sejak dimulainya persalinan hingga pembukaan lengkap) di bagi menjadi 2 priode, yaitu fase laten dan fase aktif. Dengan meneliti rangkaian kasus dalam jumlah besar, friedman mendapatkan angka-angka untuk lamanya berbagai fase. Batas-batas normal sebelah atas menunjukkan waktu terlama sejak proses persalinan dimulai dan berakhir sacara normal. Akan tetapi, pada kasus-kasus dengan persalinan lambat atau tanpa kemajuan ( seperti terlihat oleh rendahnya kecepatan dilatasi cervix), penyelidikan harus dilakukan jauh sebelum waktu maksimum di capai.
            Periode laten
Fase ini dimulai bersama-sama dimulainnya persalinan dan berlangsung sampai permulaaan dan cervix melunak serta menepis. Lereng kurva hampir mendatar ,dilatasi cervix kira-kira hanya 0,35 cm per jam. Pada akhir fase laten, servix membuka sekitar 3 jam,mengalami pendataran dengan baik dan melunak.
Pada primigravida,lama rata-rata fase laten adalah 8,6 jam, dengan batas normal sebelah atas pada 20 jam (tabel 1). Untuk multipara angka-angkanya adalah 5,3 dan 14 jam. Terdapat variasi yang luas pada angka-angka ini, dan priode laten yang lama tidak berarti bahwa fase aktifnya akan abnormal.
            Periode aktif
Periode aktif berlangsung sejak akhir fase laten hingga pembukaan lengkap. Kurva berubah dari lereng fase laten yang hampir horizontal menjadi kemiringan yang hampir vertikar. Dengan dicapainya kala dua, kurva tersebut mendatar kembali. Persalinan yang efektif dimulai sejak fase aktif , yaitu  priode dilatasi yang mantap dan cepat.
Tabel 1. Waktu pada fase-fase persalinan
                                                Primigravida                                     multipara
                                         Rata-rata     uppernormal         rata-rata      uppernormal
Fase laten                         8,6 jam          20 jam                    5,3 jam          14 jam
Fase aktif                         5,8 jam          12 jam                    2,5 jam           6 jam
Kala 1                              13,3 jam        28,5 jam                 7,5 jam           20 jam
Kala 2                              57 menit        2,5 jam                   18 menit         50 menit
Dilatsi cervix
Rate selama fase akif      kurang 1,2/jam                             kurang 1,5 cm/jam adalah
                                        Adalah abnormal                          abnormal
Pada primigravida dalam rangkaian kasus friedeman,lama rata-rata fase aktif adalah 5,8 jam dan batas atas normal setelah atasnya adalah 12 jam. Kecepatan dilatasi cervix yang kurang dari 1,2 hingga 6,8 per jam. Kecepatan di bawah 1,2 cm per jam adalah kecepatan di bawah normal dan menunjukkan adanya persalinan disfungsional.
Pada multipara lama rata-rata fase aktif adalah 2,5 jam, dengan batas normal sebelah atas pada 6 jam. Kecepatan dilatasi cervix yang kurang dari 1,5 cm per jam merupakan keadaan abnormal.
Pada primigrapida lama maksimal kala 1 persalinan yang nolmal fase laten dan aktif digabungkan adalah 28,5 jam (rata-rata 13,3),dengan kala dua maksimum pada 2,5 jam (rata-rata 57 menit). Pada multipara, angka-angka tersebut adalah 20 jam (rata-rata 7,5 menit). Untuk kala satu dan 50 menit (rata-rata 18 menit) untuk kala dua.
2.1.7.     Klasifikasi Persalinan Lama
a.      Fase laten yang memanjang
Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada multipara merupakan keadaan abnormal (Hakimi, 2010).
Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :
ü  Cervix belum matang pada awal persalinan
ü  Posisi janin abnormal
ü  Disproporsi fetopelvik
ü  Persalinan disfungsional
ü  Pemberian sedatif yang berlebihan.
                 Cervik yang belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan kebanyakan cervix akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran. Sekalipun fase laten berlangsung lebih dari 20 jam, banyak pasien mencapai dilatasi cervix yang normal ketika fase aktif dimulai. Meskipun fase laten itu menjemukan, tetapi fase ini tidak berbahaya bagi ibu atau pun anak (Hakimi, 2010).
                 Faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan servik yang buruk (missal tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka), dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efktif dan aman dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan (Saifudin, 2009).
b.     Fase Aktif Memanjang Pada Primigravida
Pada primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan abnormal. Yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan dilatasi cervix. Laju yang kurang dari 1.2 cm per jam membuktikan adanya abnormalitas dan harus menimbulkan kewaspadaan dokter yang akan menolong persalinan tersebut.
c.      Pemanjangan fase aktif menyertai :
ü  Malposisi janin
ü  Disproporsi fetopelvik
ü  Penggunaaan sedatif dan analgesik secara sembrono
ü  Ketuban pecah sebelum mulainya persalinan. Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan forceps-tengah, sectio caesarea dan cedera atau kematian janin.
Berikut ini ciri – ciri partus lama multipara :
ü  Insidennya kurang dari 1 persen
ü  Mortalitas perinatalnya lebih tinggi dibandingkan pada primigravida dengan partus lama.
ü  Jumlah bayi besar bermakna
ü  Malpresentasi menimbulkan permasalahan
ü  Prolapsus funiculi merupakan komplikasi perdarahan postpartum berbahaya.
ü  Perdarahan postpartum berbahaya.
ü  Ruptur uteri terjadi pada grande multipara.
ü  Sebagian besar kelahirannya berlangsung spontan pervaginam
ü  Ekstraksi forceps – tengah lebih sering dilakukan.
ü  Angka section caesarea tinggi sekitar 25 persen (Hakimi, 2010).
d.     Penurunan Bagian Terendah
Begitu penurunan yang aktif dimulai pada akhir kala satu persalinan, proses ini harus terus berlangsung sepanjang perjalanan kala dua. Gangguan pada penurunan merupakan ancaman dan menunjukan adanya suatu permasalahan yang serius. Diagnosis didasarkan kepada petunjuk tidak adanya perubahan stasiun bagian terrendah janin selama waktu setidaknya 2 jam.
Disproporsi cephalopelvik dan abnominal ketja uterus sering tampak setelah terjadi kemacetan penurunan. Section caesarea, forceps tengah, rotasi dengan forceps dan forceps yang gagal acapkali dijumpai menyertai masalah ini. Pada tindakan melahirkan pervaginam yang sulit, trauma maternal dan fetal sering terjadi.
e.      Persalinan lama dalam kala dua
Tahap ini berawal saat pembukaan servik telah lengakap dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara, tetapi angka itu juga sangat bervariasi. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineum nya sudah melebar, 2 atau 3 kali setelah mengejan pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi regional atau sedasi yang berat, maka kala II akan sangat dapat memanjang. Selain itu kala II dapat mengakibatkan banyak gerakan pokok yang penting agar janin dapat melewati jalan lahir.
2.1.8.     Komplikasi
                 Efek yang diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin. Diantaranya:
a.   Bagi Ibu
Persalinan lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya cedera terus meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan: resiko tersebut naik dengan cepat setelah 24 jam. Terdapat kelainan pada insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan, dan syok. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu.
ü  Infeksi intrapartum
Infeksi merupakan bahaya  serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan desisdua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia, sepsis dan pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
ü  Ruptur uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka yang dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan dan panggul sedemikin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, sehingga segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang kemudian dapat menyebabkan ruptur.
ü  Cincin retraksi patologis
Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus, tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin ini disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu identasi abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.
ü  Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu lama, maka bagian jalan lahir yang terletak diantaranya akan mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi sehingga dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula.
ü  Cedera otot dasar panggul
Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginum terutama apabila persalinannya sulit.
b.     Bahaya bagi janin
ü  Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian bawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap, dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forcep biasanya kaput suksedaneum bahkan yang besar sekalipun akan menghilang dalam beberapa hari.
ü  Molase pada Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih di sutura besar, suatu proses yang di sebut molase (molding moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dengan promontorium tumpang tindih dengan tulang di sebelahnya.’ hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong kebawah tulang parietal.

2.1.9.     Penatalaksanaan Persalinan Lama
                 Adapun penatalaksanaan persalinan lama adalah :
1)     Penatalaksanaan persalinan lama menurut (Depkes, 2007). :
·        Seksio sesar pada panggul sempit, makrosomia, letak lintang, atau disproparsi fetopelvik.
·       Koreksi yang kemudian dilanjutkan dengan akselerasi kala 2 (ekstraksi vakum atau cunam) atau seksio sesar pada kasus malpresentasi atau asinklitismus.
·       Maneuver skrup atau penekanan bahu secara eksternal untuk distosia bahu.
·       Pacu kontraksi apabila inersia uteri bukan disebabkan oleh disproparsi.
·       Rehidasi adan pemberian kalori untuk restorasi ibu yang mengalami kelelahan

2)     Tindakan suportif
·       Selama persalinan, semangat pasien harus didukung. Kita harus membesarkan hatinya dan menghindari kata-kata yang dapat menimbulkan kekhawatiran dalam diri pasien.
·       Intake cairan setidaknya 2.500 ml perhari. Pada semua partus lama, intake cairan sebanyak ini dipertahankan melalui pemberian infus cairan glukosa. Dehidrasi dengan tanda adanya aceton dalam urine, harus dicegah.
·       Makanan yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna dengan baik. Makanan ini akan tertinggal dalam lambung sehingga menimbulkan bahaya muntah dan aspirasi. Karena itu, pada persalinan yang berlangsung lama dipasang infus untuk pemberian kalori.
·       Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih dan rektum yang penuh bisa saja menimbulkan perasaan tidak enak dan merintangi kemajuan persalinan tetapi juga menyebabkan organ tersebut lebih mudah cedera disbanding dalam keadaan kosong.
·       Meskipun wanita yang berada dalam proses persalinan harus diistirahatkan dengan pemberian sedative dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik, namun semua preparat ini harus digunakan dengan bijaksana. Narcosis dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
·       Pemeriksaan rektal atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuaensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap tindakan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
·       Apabila hasil-hasil pemeriksaan menunjukan adanya kemjuan dan kelahiran diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak terdapat gawat janin ataupun ibu, terapi sufortif diberikan dan persalinan dibiarkan berlangsung secara spontan (Hakimi, 2010).
·       Fase laten memanjang
Pertama-tama fakt
or-faktor mekanis harus disingkirkan. Terapi selanjutnya tergantung pada kondisi cervix.
- Cervix matang : mendatar, lunak dan pembukaan 2.5 hingga 3.0 cm:
   AmniotomiOxcyticin
- Cervix belum matang: terapinya sufortif. Pasien diberikan makanan bergizi, ditenangakan pikirannya dan diberi obat-obatan untuk tidur. Sesudah itu akan terjadi salah satu diantara kemungkinan ini : Persalinan berhenti (menunjukan false labor) dan pasien dipulangkan, Pasien akan mengalami persalinan yang efisien dan cervix berdilatasi, Tipe persalinan yang semula terjadi kembali. Dalam keadaan ini stimulasi dengan oxytosin sering mendorang terjadinya proses persalinan yang baik begitu cervix menjadi matang, ketuban dapat dipecahkan (Hakimi, 2010).
2.2  PARTUS DENGAN VAKUM EKSTRAKSI
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRZFvL2YoW6qyAapvjPoKikdedzKM4YOnfBDSiq431L1R24ZFYktFC8IRs
2.2.1.   Pengertian Ekstraksi Vakum
              Ekstraksi vacuum adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (vakum) pada kepalanya. Alat yang umumnya digunakan adalah vacum ekstraktor dari malmstrom. Prinsip dari cara ini adalah bahwa kita mengadakan suatu vacum (tekanan negatif) melalui suatu cup pada kepala bayi. Dengan demikian akan timbul caput secara artifisial dan cup akan melekat erat pada kepala bayi. Pengaturan tekanan harus diturunkan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan kerusakan pada kulit kepala, mencegah timbulnya perdarahan pada otak bayi dan supaya timbul caput succedaneum.
2.2.2.   Alat-alat Ekstraksi Vacum
a.     Mangkok (cup)
Mangkok ini dibuat untuk membuat caput succedaneum buatan sehingga mangkuk dapat mencekam kepala janin. Sekarang ini terdapat dua macam mangkuk yaitu mangkuk yang terbuat dari bahan logam dan plastik. Beberapa laporan menyebutkan bahwa mangkuk plastik kurang traumatis dibanding dengan mangkuk logam. mangkuk umumnya berdiameter 4 cm sampai dengan 6 cm. pada punggung mangkuk terdapat:
·       Tonjolan berlubang tempat insersi rantai penarik
·       Tonjolan berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk dengan pipa penghubung
·       Tonjolan landai sebagai tanda untuk titik petunjuk kepala janin ( point of direction ) Pada vakum bagian depan terdapat logam/ plastik yang berlubang untuk menghisap cairan atau udara.

b.     Rantai Penghubung
Rantai mangkuk tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan mangkuk dengan pemegang.

c.      Pipa Penghubung
Terbuat dari pipa karet atau plastik lentur yang tidak akan berkerut oleh tekanan negatif. Pipa penghubung berfungsi penghubung tekanan negatif mangkuk dengan botol.
d.     Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan cairan yang mungkin ikut tersedot (air ketuban, lendir servicks, vernicks kaseosa, darah, dll). Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran:
·       Saluran manometer
·       Saluran menuju ke mangkuk
·       Saluran menuju ke pompa penghisap
e.      Pompa penghisap
Dapat berupa pompa penghisap manual maupun listrik

2.2.3.   Teknik Tindakan Ekstraksi Vacum
a.      Ibu dalam posisi litotomi dan dilakukan disinfeksi daerah genetalia ( vulva toilet ). Sekitar vulva ditutup dengan kain steril
b.     Setelah semua alat ekstraktor terpasang, dilakukan pemasangan mangkuk dengan tonjolan petunjuk dipasang di atas titik petunjuk kepala janin. Pada umumnya dipakai mangkuk dengan diameter terbesar yang dapat dipasang.  
c.      Dilakukan penghisapan dengan tekanan negatif -0,3 kg/cm2 kemudian dinaikkan -0,2 kg /cm2 tiap 2 menit sampai mencapai -0,7 kg/cm2. maksud dari pembuatan tekanan negatif yang bertahap ini supaya caput succedaneum buatan dapat terbentuk dengan baik.
d.     Dilakukan periksa dalam vagina untuk menemukan apakah ada bagian jalan lahir atau kulit ketuban yang terjepit diantara mangkuk dan kepala janin.
e.      Bila perlu dilakukan anastesi local, baik dengan cara infiltrasi maupun blok pudendal untuk kemudian dilakukan episiotomi.
f.      Bersamaan dengan timbulnya his, ibu dipimpin mengejan dan ekstraksi dilakukan dengan cara menarik pemegang sesuai dengan sumbu panggul. Ibu jari dan jari telunjuk serta jari tanan kiri operator menahan mangkuk supaya tetap melekat pada kepala janin. Selama ekstraksi ini, jari-jari tangan kiri operator tersebut, memutar ubun-ubun kecil menyesuaikan dengan putaran paksi dalam. Bila ubun-ubun sudah berada di bawah simfisis, arah tarikan berangsur-angsur dinaikan ( keatas ) sehingga kepala lahir. Setelah kepala lahir, tekanan negatif dihilangkan dengan cara membuka pentil udara dan mangkuk kemudian dilepas. Janin dilahirkan seperti pada persalinan normal dan plasenta umumnya dilahirkan secara aktif. 

2.2.4.       Keuntungan Tindakan Ekstraksi Vacum
a.      Cup dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau  kurang dari demikian mengurangi frekuensi SC.
b.     Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, cup dapat dipasang di belakang kepala, samping kepala ataupun dahi.
c.      Tarikan tidak dapat terlalu berat. Dengan demikian kepala tidak dapat dipaksakan melalui jalan lahir. Apabila tarikan terlampau berat cup akan lepas dengan sendirinya.
d.     Cup dapat dipasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya pada pembukaan 8-9 cm, untuk mempercepat pembukaan, untuk ini dilakukan tarikan ringan yang kontinu sehingga kepala menekan pada cervik. Tarikan tidak boleh terlalu kuat untuk mencegah robekan cervik. Di samping itu cup tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam untuk menghindari kemungkinan timbulnya perdarahan pada otak.
e.      Vacum ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar kepala dan mengadakan fleksi kepala ( misal pada letak dahi ).

2.2.5.   Kerugian Tindakan Ekstraksi Vacum
Kerugian dari tindakan vakum adalah waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama ( kurang lebih 10 menit ) cara ini tidak dapat dipakai apabila ada indikasi untuk melahirkan anak dengan cepat seperti misalnya pada fetal distress ( gawat janin ) alatnya relatif lebih mahal dibanding dengan forcep biasa.

2.2.6.   Yang Harus Diperhatikan Dalam Tindakan Ektraksi Vacum
a.      Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar
b.     Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
c.      Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam
d.     Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his dan ibu mengejan
e.      Apabila kepala masih agak tinggi ( H III ) sebaiknya dipasang cup terbesar (diameter 7 cm)
f.      Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi
g.     Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature

2.2.7.   Syarat Tindakan Ekstraksi Vakum
a.      Pembukaan 7 cm atau lebih
b.     Kepala di Hodge II-III
c.      Tidak ada disproporsi kepala panggul
d.     Konsistensi kepala normal
e.      Ketuban sudah pecah atau dipecahkan

2.2.8.   Indikasi
                 Kala II lama dengan presentasi belakang kepala / vertex (pemantaun patograf). Biasanya kepala tidal lahir karena lemahnya ekspulsi, inersia uteri dan malposisi.

2.2.9.   Kontraindikasi
a.      Letak muka (kerusakan pada mata)
b.     Kepala menyusul
c.      bayi premature (tarikan tidak boleh keras)
d.     Gawat janin

2.2.10.    Kegagalan
Ekstraksi vacum dianggap gagal jika:
a.      Kepala tidak turun pada tarikan.
b.     Jika tarikan sudah tiga kali dan kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah 30 menit.
c.      Mangkok lepas pada tarikan pada tekanan maksimum.
Setiap aplikasi vacum harus dianggap sebagai ekstraksi vacum percobaan. Jangan lanjutkan jika tidak terdapat penurunan kepala pada setiap tarikan.

2.2.11.    Bahaya-Bahaya Tindakan Ekstraksi Vacum
a.      Terhadap Ibu
1)     Trauma persalinan : Robekan bibir cervic atau vagina karena terjepit kepala bayi dan cup, Robekan perineum yang lebih luas
2)     Perdarahan : Robekan jalan lahir, Atonia uteri
3)     Infeksi
b.     Terhadap Anak
1)     Luka-luka pada kulit kepala
2)     Cephal haematoma
3)     Caput succedaneum
4)     Perdarahan atau kerusakan otak
5)     Asfiksia
6)     Trauma langsung pada bagian janin tempat cup vakum
2.3  PARTUS DENGAN FORSEP
2.3.1.     Pengertian
                 Forceps digunakan untuk menolong persalinan bayi dengan presentasi verteks, dapat digolongkan sebagai berikut, menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada jalan lahir pada saat daun forceps dipasang. Tindakan forceps rendah (forceps pintu bawah panggul) adalah tindakan pemasangan forceps setelah kepala bayi mencapai dasar perineum, sutura sagitalis berada pada diameter anteroposterior dan kepala bayi tampak diintroitus vagina.
                 Tindakan forceps tengah (midforseps) adalah tindakan pemasangan porceps sebelum kriteria untuk porceps rendah dipenuhi, tetapi setelah engagement kepala bayi terjadi. Adanya engagement biasanya dapat dibuktikan secara klinis oleh penurunan bagian terendah kepala sampai atau dibawah spina iskiadika dan pintu atas panggul biasanya lebih besar dari pada ajarak dan pintu atas panggul biasanya lebih besar daripada jarak diameter biparietal dengan bagian kepala bayi yang paling bawah.(Menurut sumber dari buku Obstetri Williams).
                 Ektraksi porceps adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat porceps. Tindakan ini dilakukan karena ibu tidak dapat mengedan efektif untuk melahirkan janin. Walaupun sebagian besar proses pengeluaran dihasilkan dari ekstraksi porceps tetapi bukan berarti kekuatan menjadi tumpuan keberhasilan. (Menurut sumber dari buku Pelayangan Kesehatan Maternatal & Neonatal)
2.3.2.     Klasifikasi Ekstrasi Forcep
      Pada tahun 1988, ACOG mengeluarkan klasifikasi ekstraksi forsep, yaitu :
1.     Outlet Forsep
·       Skalp terlihat pada introitus tanpa memisahkan labia
·       Kepala bayi telah mencapai dasar panggul
·       Sutura sagitalis pada posisi anteroposterior atau ubun-ubun kecil kiri/kanan depan atau belakang
·        Kepala bayi pada perineum
·        Rotasi tidak melebihi 45 derajat
2.     Low Forsep
·       Kepala pada station > +2, namun tidak pada dasar panggul
·       Rotasi kurang dari 45 derajat (ubun-ubun kecil kiri/kanan depan atau kiri/kanan belakang atau belakang)
·       Rotasi lebih dari 45 derajat
3.     Midforsep : Station diatas +2 namun kepala engaged
4.     High : Tidak dimasukkan kedalam klasifikasi

2.3.3.     Tujuan Persalinan Ekstraksi Forcep
                 Menurut Rustam Mochtar 1998, persalinan dengan ekstraksi forceps bertujuan:
1.     Traksi yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
2.     Koreksi yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan   depan atau sekali-kali. Ubun-ubun melintang kiri dan kanan atau ubun-ubun kiri atau kanan belakang menjadi ubun- ubun depan ( dibawah symphisis pubis)
3.     Kompresor yaitu untuk menambah moulage kepala
2.3.4 Indikasi
Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah
1.     Indikasi ibu
·       Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.
·       Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir artinya partus sudah berlangsung lama.
·       Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.
·       Eklamsi yang mengancam
·       Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV,  pembukaan cervix lengkap, ketuban sudah pecah atau  2jam mengedan janin belum lahir juga.
·       Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal  Ibu dengan
decompensasi kordis, ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang),  pre eklamsi berat,  ibu dengan asma broncial.
·       Partus tidak maju-maju
·       Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga.
2.     Indikasi janin Gawat janin
Tanda-tanda gawat janin antara lain :
·       Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur
·       DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur
·       Adanya mekonium (pada janin letak kepala) Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik.
2.3.5 Kontra indikasi
Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi:
1.     Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagisehingga kepala sulit dipegang oleh forceps
2.     Anencephalus
3.      Adanya disproporsi cepalo pelvik.
4.     Kepala masih tinggi
5.     Pembukaan belum lengkap
6.     Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel.
7.     Jika lingkaran kontraksi patologi  bandl sudah setinggi pusat atau lebih
2.3.6 Syarat Dilakukan Ekstraksi Forcep
Keputusan untuk melakukan ekstaksi forsep sama pentingnya dibandingkan dengan keputusan untuk seksio sesarea. Terdapat persyaratan minimum untuk ekstraksi forsep, yaitu:
1.     Kepala janin engaged
2.     Selaput ketuban telah pecah
3.     Pembukaan lengkap
4.     Anak hidup termasuk keadaan gawat janin
5.     Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul)
6.     Kontraksi baik
7.     Ibu tidak gelisah atau kooperatif
8.     Posisi janin diketahui dengan pasti
9.     Panggul telah dinilai adekuat
10.  Terdapat anestesi yang sesuai
11.  Operator mempunyai ketrampilan dan pengetahuan mengenai peralatan
12.  Adanya kemauan untuk membatalkan tindakan bila ekstraksi forsep tidak lancar
13.  Informed consent baik oral meskipun lebih baik tertulis


2.3.7 JENIS TINDAKAN
Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan  beberapa macam tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
1.     Forceps rendah
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum, forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
2.     Forceps tengah
Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps tengah adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vaccum.
3.     Forceps tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.
2.3.8 TEKNIK EKSTRAKSI FORCEP
Pasien diposisikan dalam posisi litotomi dengan tungkai fleksi dan abduksi. Vulva dan perineum diberikan solusi antiseptik yang cukup. Kandung kemih dinilai, bila perlu dikosongkan. Pemeriksaan dalam dilakukan lagi, untuk meyakinkan bahwa semua syarat forsep telah terpenuhi.
Tujuan aplikasi forsep adalah untuk mencakup kepala secara simetris. Bilah forsep harus terpasang secara simetris pada sisi kepala bayi dan melewati malar eminensia. Setelah forsep terpasang, harus dilakukan pemeriksaan ulang apakah aplikasi telah tepat sebelum dilakukan traksi atau rotasi.
Penilaian untuk aplikasi forsep yang tepat adalah :
·       Sutura sagitalis tegak lurus dengan plana forsep
·       Ubun-ubun kecil berada satu jari diatas dari plana forsep,  dan mempunyai jarak yang sama dari kedua sisi bilah
·       Jika bilah yang dipakai merupakan yang fenstrated, fensetrasi hanya satu jari didepan dari kepala bayi
2.3.9 KOMPLIKASI
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
a.      Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
·       Perdarahan
Dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma jalan lahir yang meliputi  rupture uteri, rupture cervix, robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum.
·       Infeksi
Terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat melakukan pemeriksaan dalam.
b.     Komplikasi segera pada bayi
·       Asfiksia
Karena terlalu lama di dasar panggul sehingga  terjadi rangsangan pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma langsung jaringan  otak. Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke bayi 
·       Trauma
Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.














BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah : Ditinjau dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Partus lama merupakan persalinan yang sulit yang ditandai adanya hambatan kemajuan dalam persalinan, kemajuan persalinan dinilai dari kemajuan pembukaan serviks, kemajuan bagian terendah janin, dan bila janin sudah sampai dibidang hodge III atau lebih rendah dinilai dari ada atau tidaknya putaran paksi dalam.
Penyebab dari persalinan lama dapat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu: Persalinan lama karena kekutan – kekuatan yang mendorong anak tidak memadai, seperti: kelainan his, kekuatan mengejan kurang kuat, adanya kelainan letak atau fisik janin, adanya kelinan pada jalan lahir.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas penilaian faktor-faktor penyebab partus lama dan atas dasar pemeriksaan radiologis.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan partus lama bisa berupa infeksi intra partum, ruptur uteri, cincin retraksi patologis, pembentukan fistula, cedera otot dasar panggul,kaput suksedaneum dan moulase kepala janin.
3.2  Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu Kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pihak demi sempurnanya makalah ini dan sebagai perbaikan dalam pembuatan makalah-makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Llewellyn-jones, Derek. 2001. Dasar dasar Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates.
Oxorn, Harry. dkk. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta :
ANDI.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Cunningham, dkk. 2009. Obsetri Williams Edisi 23 Vol 1. Jakarta : EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar